Dispepsi



A.    Pengertian
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488).
Dyspepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri daei rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang menetap atau mengalami kekakmbuhan (Arif, 2000). Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh cepat kenyang sendawa (Dharmika, 2001)
Sedangkan menurut Aziz (1997), sindrom dyspepsia merupakan  kumpulan gejala yang sudah dikenal sejak lama, terdiri dari rasa nyeri epigastrium, kembung, rasa penuh, serta mual-mual.

B.     Etiologi
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia.  Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci adalah:
1.      Menelan udara (aerofagi)
2.      Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
3.      Iritasi lambung (gastritis)
4.      Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
5.      Kanker lambung
6.       Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
7.      Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
8.       Kelainan gerakan usus
9.      Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
10.  Infeksi Helicobacter pylory
Penyebab dyspepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a.       Dyspepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya (misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis, kolesistitis dan lainnya).
b.      Dyspepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya

C.    Manifestasi Klinis
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan,  membagi dispepsia menjadi tiga tipe :
1.      Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :
a.       Nyeri epigastrum terlokalisasi
b.       Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
c.        Nyeri saat lapar
d.       Nyeri episodic
2.      Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala seperti :
a.       Mudah kenyang
b.      Perut cepat terasa penuh saat makan
c.        Mual
d.      Muntah
e.       Upper abdominal boating
f.       Rasa tak nyaman bertambah saat makan

3.      Dyspepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) (Mansjoer, et al 2007)
Sindroma dyspepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronis berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada penderita, makan dapat memperburuk nyeri, pada penderita lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, simbelitdiare dan flatulensi (perut kembung). Jika dyspepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.

D.    Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak  jelas, zat-zat seperti nikotin dan alcohol serta adanya kondisi kejiwaan stress. Pemasukan makanan kurang menjadi kurang dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung. Kondisi demikian, dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinyakondisi asam lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga, intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
PATHWAYS
A.    Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:
1.      Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja dan urine. Lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya antara lain pankreatitis kronis, DM. Pada dyspepsia biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
2.      Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan (Mansjoer, 2007).
3.      Endoskopi , bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsy dari lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan batu emas, selain sebagai diagnostic sekaligus terapeutik.
       Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:
a.       CLO (rapid urea test)
b.      Patologi anatomi (PA)
c.       Kultur mikroorganisme (MO) jaringan
d.      PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian
4.      Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia di Indonesia) (Mansjoer, 2007)
5.      Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi kerongkongan atau respon kerongkongan terhadap asam.

B.     Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun bisa memicu adanya komplikasi yg tak ringan. Adapun komplikasi dari dispepsia diantaranya:
a.       Perdarahan
b.      Kangker lambung
c.       Muntah darah
d.      Ulkus peptikum

C.    Penatalaksanaan
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
1.      Antasid 20-150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir  sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat,  Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus- menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg  triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai  adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
2.      Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.
3.      Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
4.      Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
5.      Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance) (Mansjoer et al, 2007).

6.      Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti- depresi dan cemas)
Pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi (Sawaludin, 2005)
Sedangkan penatalaksanaan Non Farmakologinya adalah sebagai berikut :
a.       Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
b.      Menghindari faktor resiko sepeti alcohol, makanan yang pedas, obat-obatan yang belebihan, nikotin rokok, dan stress
c.        Atur pola makan.

D.    Diagnosa Yang Lazim Muncul
          Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan dispepsia.
a.  Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan, anoreksia.
c.  Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual, muntah
d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya.







DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk.2000.Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3.Jakarta: Medica Aesculpalus, FKUI
Djojoningrat, Dharmika.2001.Pendekatan Klinis Penyakit Gastrointestinal. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5.Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Inayah, Iin.2004.Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Pencernaan.Jakarta : Salemba Medika
Manjoer, A,et al.2000.Kapita Selekta Kedokteran. edisi 3.Jakarta:Medika aeusculapeus
Mansjoer, Arif. 2007.Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius